Wisata

Kota

Semua Kategori

Feature

Motivasi

» » Illegal Logging

(Djoko Wijanto)

Abstrak

Praktek illegal logging merupakan tindakan melawan hukum dan oleh sebab itu harus secepatnya diberantas. Illegal logging dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama dilakukan oleh operator sah yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam ijin yang dimiliki dan kedua melibatkan pencuri kayu dimana pohon-pohon ditebang oleh orang yang sama sekali tidak mempunyai hak legal untuk menebang. Penyebab illegal logging adalah pertama adanya krisis ekonomi yang berkelanjutan mengakibatkan tingginya harga – harga barang konsumsi, sementara masyarakat disekitar hutan yang sudah miskin tidak lagi mampu mencukupi kebutuhan
hidupnya dan yang kedua industri kayu tidak dapat bertahan dengan harga bahan baku kayu yang semakin mahal. Untuk kasus Pulau Jawa illegal logging menjadikan luas areal hutan di Pulau Jawa semakin menyempit, yang pada gilirannya kemampuan hutan atau daya dukung hutan terhadap kebutuhan manusia semakin berkurang dan akibat selanjutnya diperkirakan kerugian negara setiap tahun mencapai hampir setengah triliyun rupiah.

illegal logging pembalakan liar hutan indonesia


BAB I
Pendahuluan


Hutan merupakan ciptaan Tuhan yang tiada nilainya. Setiap ciptaan Tuhan pasti ada manfaatnya, terutama manfaat bagi kehidupan. Baik itu manfaat bagi manusia maupun manfaat bagi zat hidup lainnya sebagai bagian dari ciptaan Tuhan. Selain bermanfaat bagi kehidupan, hutan juga mempunyai fungsi pokok yaitu sosio - ekonomi, hidro - orologi dan estetika.

Fungsi sosio - ekonomi menempatkan hutan sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan jalan memanfaatkan hutan dengan sebaik-baiknya. Pemanfaatan hutan dengan menggunakan kaidah-kaidah dan norma-norma yang berlaku menjadikan hutan akan lebih
lestari (sustainable) dan akan bermanfaat bagi kepentingan generasi yang akan dating. Fungsi hidro – orologi menempatkan hutan sebagai tonggak dan penopang pengaturan tata air dan perlindungan tanah, yang pada prinsipnya merupakan bagian yang terpenting dan tidak dapat dipisahkan bagi kehidupan. Fungsi estetika menempatkan hutan sebagai pelindung alam dan lingkungan dan menjadikan hutan sebagai paru-paru dunia.

Namun demikian dalam era globalisasi sekarang ini, kecenderungan masyarakat untuk memanfaatkan hutan, lebih dititik beratkan pada kepentingan sosio – ekonomi dengan mengabaikan fungsi hidro – orologi maupun fungsi estetika. Pemanfaatan hutan yang cenderung lebih dititik beratkan pada kepentingan sosio - ekonomi telah banyak memberikan dampak yang negatif bagi fungsi hutan itu sendiri maupun bagi kehidupan.

Penebangan – penebangan yang dilakukan tanpa menggunakan kaidah – kaidah dan norma – norma yang berlaku, yang sering disebut sebagai penebangan liar atau illegal - logging, menjadikan hutan kehilangan fungsi pokoknya. Akibat lebih lanjut dari hilangnya fungsi hutan ini adalah banyak terjadi banjir, tanah longsor, turunnya mutu tanah, perambahan hutan yang berakibat

semakin menyempitnya areal hutan, berkurangnya pendapatan masyarakat disekitar hutan, dan dampak selanjutnya adalah berkurangnya kemampuan biosfer menyerap CO2 yang berakibat pada penambahan tinggi suhu dipermukaan bumi atau sering disebut sebagai pemanasan global, sehingga tidak menempatkan lagi hutan sebagai paru-paru dunia.

BAB II
HUTAN DI PULAU JAWA


1. Pengertian Hutan
Hutan adalah suatu lapangan pohonpohon secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya, dan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan. Seperti
apa yang juga pernah dikemukan Odum (1997) bahwa hutan sebagai suatu ekosistem, bukan

hanya terdiri dari komunitas tumbuhan dan hewan saja, akan tetapi meliputi juga keseluruhan interaksinya dengan faktor tempat tumbuh dan lingkungannya. Berdasarkan pemilikannya hutan dibagi menjadi : Hutan Negara dan Hutan Milik. Hutan Negara adalah kawasan hutan dan hutan yang tumbuh diatas tanah yang tidak dibebani hak milik, sedangkan Hutan Milik adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik.

Menurut fungsinya hutan milik negara dibagi menjadi :

a. Hutan Lindung
Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang karena keadaan sifat alamnya diperuntukkan guna pengaturan tat air, pencegahan bencana banjir, erosi dan pemeliharaan kesuburan tanah.
b. Hutan Produksi
Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk pembangunan, industri dan ekspor.

c.Hutan Suaka Alam
Hutan Suaka Alam adalah kawasan hutan yang karena sifatnya yang khas diperuntukkan secara khusus untuk perlindungan hayati dan atau mafaat lainnya.

d. Hutan Wisata
Hutan Wisata adalah kawasan hutan yang diperuntukkan secara khusus untuk dibina dan dipelihara guna kepentingan pariwisata atau wisata buru. Selanjutnya apabila dilihat dari proses terjadinya, hutan dibagi menjadi Hutan Alam dan Hutan Buatan. Hutan Alam adalah hutan yang vegetasinya telah tumbuh mencapai klimaks, tanpa atau sedikit campur tangan manusia sedangkan Hutan Buatan adalah hutan yang vegetasinya banyak campur tangan manusia. Dan masih banyak jenis – jenis hutan yang lain antara lain hutan biasa, hutan cadangan, hutan keruh dan hutan konifer.

2. Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan
Sebagian besar masyarakat Pulau Jawa pada masa lampau memandang hutan sebagai sekumpulan pohon-pohon yang besar yang didalamnya masih terdapat banyak binatang-binatang buas yang menakutkan dan terkesan angker. Atau tempat bersarangnya para perampok atau penyamun dan penjahat lainnya, sehingga masyarakat terkesan takut untuk masuk dalam hutan. Namun demikian dengan semakin berkembangnya peradapan manusia, masyarakat sekarang memandang hutan sebagai lahan yang dapat mendatangkan kesejahteraan dan meningkatkan tarap hidup manusia. Manusia sudah tidak lagi takut dengan
hutan, tetapi sebaliknya lebih dekat dan bahkan telah menjadi satu dari bagian kehidupan manusia.

3. Manfaat Dari Hutan

Meskipun hutan hanya merupakan lapangan pohon – pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati, tetapi bagi manusia hutan ternyata dapat dimanfaatkan sebanyak-banyaknya. Hal tersebut dapat dilihat dari manfaat yang dapat diambil dari hutan yaitu pertama, manfaat secara langsung, kayu ( untuk bangunan dan bahan bakar), bahan obat dan penyegar, makanan langsung ( seperti buah-buahan, buruan ), bahan pakaian ( serat, ulat sutera ), pemeliha raan lebah (madu) dan lain-lain.

Kedua, manfaat bagi industri, industri kayu, industri kertas (pulp), industri farmasi ( kosmetik ), getah ( pinus
untuk gondorukem), minyak ( cengkeh, kayu putih ) dan lain-lain. Ketiga, manfaat lainnya, sebagai tempat rekreasi, olah raga, spiritual, sosial budaya, ketahanan nasional dan lain-lain. Besarnya manfaat yang dapat diambil dari hutan menjadikan hutan sebagai sasaran yang sangat potensial bagi sebagian besar masyarakat untuk meraih keuntungan dari hutan.

4. Potensi Hutan Di Pulau Jawa
Potensi hutan di Pulau Jawa berdasarkan data statistik Perum Perhutani tahun 2002 adalah seluas 3.009.840 Ha dengan komposisi hutan produksi seluas 1.870.882 Ha (62,16%), hutan lindung, hutan tak baik untuk penghasilan (TBP) dan lapangan dengan tujuan istimewa (LDTI) seluas 696.761 Ha (23,15%) serta suaka alam (SA), hutan wisata (HW), taman nasional (TN) dan cagar alam (CA) seluas 442.197 Ha (14,69).

Tabel 1 : Jenis dan Luas Hutan di Pulau Jawa tahun 2002

Uraian Luas (Ha) % tase Hutan Produksi 1.870.882 62,16 Hutan Lindung, Tak Baik untuk
Penghasilan (TBP) dan Lapangan Dengan Tujuan Istimewa (LDTI) 696.761 23,15 Suaka Alam, Hutan Wisata, Taman Nasional dan Cagar Alam 442.197 14,69 Jumlah 3.009.840 100,00

Sumber : Perum Perhutani


Apabila dikaitkan dengan jumlah penduduk di Pulau Jawa (Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten) berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2002 sebanyak 109.840.897 orang, maka ratio luas hutan terhadap jumlah penduduk di Pulau Jawa sebesar 3.009.840 Ha / 109.840.897 = 0,027402
Ha atau setiap orang di Pulau Jawa berkesempatan untuk memanfaatkan hutan seluas 0,027402 Ha atau daya dukung hutan terhadap kebutuhan manusia hanya sebesar 274,02 M2. Berarti pula bahwa rata-rata setiap orang yang berada di Pulau Jawa bertanggung jawab terhadap baik manfaat maupun fungsi-fungsi hutan seluas 274,02 M2.

Tabel 2 : Luas Hutan dan Jumlah Penduduk Pulau Jawa tahun 2002

No. Propinsi Luas Hutan (Ha) Jumlah Penduduk (orang)
1 Jawa Barat + Banten 1.000.734 43.828.317
2 Jawa Tengah 1.361.509 31.228.940
3 Jawa Timur 647.597 34.783.640
Jumlah 3.009.840 109.840.897

Sumber : Perum Perhutani dan BPS

Sedangkan apabila dihitung rasio jumlah penduduk dengan luas hutan adalah bahwa sebanyak 36 orang atau lebih (109.840.897 dibagi 3.009.840) yang berkesempatan untuk memanfaatkan hutan hanya seluas 1 (satu) Ha saja. Rendahnya daya dukung hutan terhadap kehidupan ini disebabkan :

1. Rasio luas hutan terhadap daratan di Pulau Jawa hanya sebesar 15 %, sedang idealnya sebesar 30% dan penurunan ini cenderung terus menerus tak terkendali apabila pengrusakan hutan tidak segera dihentikan.

2. Tingkat kecepatan pertumbuhan penduduk di Pulau Jawa pada masa – masa setelah perang kemerdekaan hingga mencapai diatas 2 %, sementara program Keluarga Berencana dan Transmigrasi baru dicanangkan pada dekade delapan puluhan, sehingga laju pertumbuhan penduduk sebelum tahun delapan puluhan cukup tinggi.

3. Semakin menurunnya keaneka ragaman hayati (biodiversity) sebagai akibat dari pengrusakan hutan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

4. Sumber daya air sebagai fungsi hidroorologi hutan juga semakin menurun akibat dari penebangan hutan tidak mematuhi kaidah-kaidah atau normanorma yang berlaku sebagai upaya mempertahankan ekosistem, sehingga kemampuan hutan untuk menyediakan sumber air bagi kehidupan semakin menurun.

BAB III


1. Pengertian Illegal – logging
Istilah illegal – logging muncul ketika banyak terjadi penebangan – penebangan yang dilakukan oleh oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab terhadap fungsi dan manfaat hutan. Illegal – logging diartikan sebagai kegiatan penebangan hutan secara liar yang berarti bahwa melakukan penebangan hutan dengan tidak menggunakan kaidah – kaidah atau norma – norma yang berlaku dan mengabaikan kaidah silvikultur. Illegal – logging atau sering juga disebut pembalakan illegal oleh Forest Watch Indonesia (2003) digunakan untuk menggambarkan semua praktek atau kegiatan kehutanan yang berkaitan dengan pemanenan, pengolahan dan perdagangan kayu yang tidak sesuai dengan hukum Indonesia. Pada prinsipnya ada dua jenis illegal – logging. Yang pertama dilakukan oleh operator sah yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam ijin yang dimiliki. Dan yang kedua adalah melibatkan pencuri kayu dimana pohon-pohon ditebang oleh orang yang sama sekali tidak mempunyai hak legal untuk menebang. Sementara itu dalam Global Climate Change memberikan pengertian bahwa Illegal logging is generally understood to mean timber that is harvested, transported, processed or sold in contravention of
a country’s laws.

2. Faktor Penyebab Illegal logging
Praktek illegal logging yang selama ini dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab terjadi karena beberapa hal yang kesemuanya saling terkait. Penyebab tersebut adalah pertama adanya krisis ekonomi yang berkelanjutan mengakibatkan tingginya harga – harga barang konsumsi, sementara masyarakat disekitar hutan yang sudah miskin tidak lagi mampu mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga salah satu cara yang paling mudah adalah memanfaatkan hutan untuk kepentingan diri sendiri dengan jalan memanfaatkan hutan dengan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah pemanfaatan hutan, khususnya kayu, dengan cara yang tidak benar. Kedua dengan krisis ekonomi pula mengakibatkan perusahaan yang bergerak disektor kehutanan, khususnya industri kayu, banyak yang mengalami kemunduran usaha, karena
tingginya harga – harga barang produksi, sehingga untuk mendapatkan bahan baku kayu dengan harga murah dilakukan pembelian dari kayu yang tidak syah yang berasal dari hasil praktek illegal logging. Ketiga, lemahnya penegakan hukum, karena tidak adanya concerted action yang dapat menyuburkan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Disamping itu kurangnya dana atau lack of budget dalam upaya mendukung kemampuan politik dan kurangnya tekanan publik. Pada tataran masyarakat, kondisi moral, sosial dan budaya masyarakat, serta aparat cenderung menjadi tidak kondusif terhadap kelestarian hutan dan dilain pihak masih banyak industri pengolahan kayu yang membeli dan mengolah kayu dari hasil illegal logging.


3. Dampak Illegal – logging
Ketika hutan dimanfaatkan dengan cara menebang berdasarkan kaidah – kaidah dan norma – norma yang berlaku, masyarakat, khususnya masyarakat disekitar hutan telah banyak memperoleh manfaat dari hutan, antara lain sebagai pekerja hutan, seperti sebagai penggarap tanah hutan secara tumpang sari, sebagai blandong atau penebang hutan yang secara berkelanjutan dan terus menerus mendapatkan penghasilan dari pekerjaan tersebut. Dengan penghasilan yang relatif cukup dan berkelanjutan akan berakibat meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat disekitar hutan. Meningkatnya konsumsi masyarakat disekitar hutan akan meningkatkan pula sektor – sektor yang lain, misalnya industri dan perdagangan untuk saling berebut menuju masyarakat disekitar hutan, sehingga menjadikan masyarakat disekitar hutan akan secara terus menerus semakin berkembang. Dampak lebih lanjut adalah masyarakat disekitar hutan semakin sejahtera dan akan berdampak pula pada meningkatnya tingkat pendidikan. Dengan pendidikan yang tinggi, akan memberikan wawasan kepada masyarakat disekitar hutan untuk lebih menyadari fungsi dan manfaat dari hutan, sehingga pada gilirannya akan menjadikan hutan semakin lestari. Penebangan hutan yang dilakukan berdasarkan kaidah – kaidah dan norma – norma yang berlaku menjadikan hutan menempatkan diri sebagaimana fungsinya. Namun demikian ketika terjadi krisis ekonomi yang berkelanjutan, tekanan terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat semakin meningkat, karena harga barang – barang kebutuhan konsumsi terus membumbung tinggi, sementara pendapatan justru sebaliknya semakin menurun. Disamping itu sulitnya lapangan kerja mengakibatkan meningkatnya jumlah pengangguran, menjadikan hutan sebagai lahan atau tempat tumpuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan cara memanfaatkan hutan dengan sebanyak-banyaknya, meskipun dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah atau norma-norma yang berlaku. Sementara itu dengan penegakan hukum lemah, menjadikan hutan semakin menjadi tumpuan bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya. Akhirnya disana – sini banyak terjadi pemanfaatan hutan yang dilakukan oleh masyarakat yang tidak bertanggung jawab terhadap fungsi hutan, yaitu dengan jalan melakukan penebangan secara liar atau illegal logging. Rangkaian tersebut dapat dilihat pada diagram lingkar sebab akibat berikut :

  • Industri Kayu
  • Pendapatan
  • Masyarakat
  • Krisis Ekonomi
  • Kerugian
  • Negara
  • Penyempitan
  • Areal Hutan
  • Hutan
  • Mutu Tanah
  • Turun
  • Banjir
  • Tanah Kosong
  • Fungsi Hidro
  • Orologi
  • Illegal Logging
  • Sosial Ekonomi
  • Diagram Lingkar Sebab Akibat

Dengan banyaknya penebangan liar atau illegal logging yang dilakukan oleh oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab, menjadikan luas areal hutan di Pulau Jawa semakin menyempit, yang pada gilirannya kemampuan hutan atau daya dukung hutan terhadap kebutuhan manusia semakin berkurang. Disamping itu dalam Global Climate Change disebutkan bahwa illegal logging destroys forest ecosystems, robs national governments and local communities of needed revenue, undercuts price of legally harvested forest products on the world market, finances regional conflict and acts as disincentive to sustainable forest management. Apabila dihitung kembali, untuk masa sepuluh atau duapuluh tahun mendatang, rasio luas hutan terhadap jumlah penduduk di Pulau Jawa tersebut akan semakin mengecil atau semakin melemah daya dukung hutan terhadap kebutuhan manusia.

Dengan menggunakan rumus persamaan pertumbuhan penduduk
(Valentinus Darsono. 1994 ) :

Pn = Po ( 1 + r )n

dimana :

Pn = jumlah penduduk pada saat tahun ke n

Po = jumlah penduduk pada saat perhitungan tahun ke o

r = laju pertumbuhan penduduk setiap tahun

n = jumlah tahun sejak tahun ke o s/d tahun ke n
Diperkirakan sepuluh tahun mendatang ( tahun 2012 ), dengan laju
pertumbuhan penduduk di Pulau Jawa rata-rata per tahun sebesar 1,72 ( 6,88
/ 4 – lihat tabel : 3), jumlah penduduk di Pulau Jawa akan menjadi sebesar =

Pn = Po ( 1 + r )n

= 109.840.897 ( 1 + 0,0172 )10

= 109.840.897 (1,0172)10

= 109.840.897 X 1,1859

= 130.264.952


Tabel 3 : Tingkat Pertumbuhan Penduduk Propinsi, Rata-rata pertahun
(tahun 1990 -2000}

No. Propinsi Pertumbuhan Penduduk
1 Jawa Barat 2,03
2 Banten 3,21
3 Jawa Tengah 0.94
4 Jawa Timur 0,70
Jumlah 6,88

Sumber : BPS

Sementara itu pencurian pohon (penebangan liar atau illegal logging) selama 5 (lima) tahun dari tahun 1998 s/d tahun 2002 berdasarkan data statistik Perum Perhutani sebanyak 2.481.972 pohon atau rataan setahun sebanyak 496.394 pohon. Apabila luas 1 Ha hutan (rataan) = 703 pohon ( 56.241 dibagi 80 lihat tabel 4 ), maka pencurian pohon selama lima tahun terakhir sebanding dengan hutan seluas 3.530 Ha ( 2.481.972 pohon dibagi 703 ) atau dengan rataan 706 Ha / tahun (3.530 Ha dibagi 5 ) Tabel 4 : Rataan Jumlah Pohon Jati dan Rimba pada Umur dan Bonita

Umur (th) Bonita I Bonita II Bonita III Bonita IV Bonita V Jumlah
Jati
5 5.700 3.810 2.800 1.515 1.110 14.935
10 2.770 1.510 925 600 400 6.205
15 1.690 950 560 350 230 3.780
20 1.270 680 410 250 160 2.770
25 1.050 545 330 200 125 2.250
30 890 460 270 170 110 1.900
35 765 400 230 145 100 1.640
40 665 350 200 130 90 1.435
Jumlah 14.800 8.705 5.725 3.360 2.325 34.915
Rimba
5 2.156 1.685 1.564 1.264 1.203 7.872
10 1.195 918 709 617 535 3.973
15 787 595 462 398 351 2.593
20 589 449 344 295 268 1.944
25 466 361 276 239 216 1.559
30 390 304 235 205 178 1.312
35 339 268 210 181 153 1.151
40 276 219 169 143 115 922
Jumlah 6.199 4.798 3.969 3.342 3.018 21.326
Total 20.999 13.503 9.694 6.702 5.343 56.241

Sumber : Perum Perhutani


Sehingga luas hutan sebagai akibat pencurian pohon (penebangan liar atau illegal logging) selama sepuluh tahun mendatang semakin mengecil atau berkurang sebesar = 706 Ha x 10 = 7.060 Ha atau menjadi = 3.002.780 Ha ( 3.009.840 Ha – 7.060 Ha ), akibatnya rasio luas hutan terhadap jumlah penduduk menjadi = 3.002.780 Ha / 130.264.952 = 0,023051 Ha atau 230,51 M2 / orang. Dengan demikian daya dukung hutan selama sepuluh tahun mendatang terhadap kebutuhan manusia yang semula sebesar 274,02 M2 / orang menjadi sebesar 230,51 M2 / orang atau turun 16 %. Penyempitan luas hutan ini akan terus menerus dan berkelanjutan apabila dari pemerintah tidak ada upaya untuk menegakkan hukum secara adil, tegas dan nyata terhadap praktek-praktek illegal logging yang semakin marak. Dan diperkirakan dua puluh tahun mendatang (tahun 2022) dengan luas hutan 2.995.720 Ha ( 3.002.780 Ha – 7.060 Ha) dan jumlah penduduk sebanyak 154.486.702 orang, maka rasio tersebut akan menjadi sebesar 193,91 M2 / orang atau turun sebesar 29,23 % selama kurun waktu duapuluh tahun.

Tabel 5 : Rasio luas hutan terhadap jumlah penduduk di P.Jawa

No. Tahun Luas Hutan (Ha) Jumlah Penduduk (orang) Rasio (3 :4)
(1) (2) (3) (4) (5)
1 2002 3.009.840 109.840.897 274,02 M2/org
2 2012 3.002.780 130.264.952 230,51 M2/org
3 2022 2.995.720 154.486.702 193,91 M2/org
4 2032 2.988.660 183.212.295 163,13 M2/org
5 2042 2.981.600 217.279.189 137,22 M2/org
6 2052 2.974.540 257.680.554 115,44 M2/org
7 2062 2.967.480 305.594.237 97,11 M2/org

Dengan memperhatikan data yang ada, betapa semakin mengerikan kondisi hutan di Pulau Jawa ditahun – tahun mendatang, akibat dari krisis ekonomi yang berkelanjutan, yang berbuntut kepada semakin meraja - lelanya penebangan secara liar ( illegal logging ). Akibat lebih lanjut adalah hilangnya penerimaan pemerintah dari Propisi Sumber Daya Hutan (PSDH) yang dari tahun ke tahun semaking berkurang. Apabila pohon yang ditebang dari hasil illegal logging dapat dipungut PSDH nya, maka kerugian Pemerintah cq. Departemen Kehutanan selama kurun waktu sepuluh tahun, dengan rata-rata satu Ha hutan sebanding dengan rataan 283 M3 ( 22.626 dibagi 80, lihat tabel 6 ) dan tarip PSDH rataan per M3 sebesar Rp.21.000,- adalah 7.060 X 283 X Rp.21.000,-= Rp.41.957.580.000,- atau Rp.4.195.758.000,- per tahun. Disamping kerugian atas pungutan negara bukan pajak atau PSDH, Pemerintah cq. Perum Perhutani dirugikan atas hasil penjualan kayu setiap tahun sebesar 760 X 283 X Rp.1.500.000,- = Rp.322.620.000.000,-. Kemudian Pemerintah cq. Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan dirugikan pula setiap tahun atas pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari penjualan kayu sebesar = 10 % X Rp.322.620.000.000,- = Rp.32.262.000.000,-

Selanjutnya perlu kita lihat bahwa sebenarnya kerusakan hutan akibat praktek illegal logging secara nasional cukup parah dan hal tersebut dapat disampaikan gambaran sebagai berikut :

a. Hutan yang rusak atau tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai seluas 43 juta ha dari total hutan Indonesia seluas 120,35 juta ha atau 36%, dengan laju degradasi 4 (empat) tahun terakhir mencapai 2,1 juta ha per tahun.

b. Penebangan liar dan perdagangan kayu illegal mencapai 50,7 juta m3 per tahun dengan perkiraan kerugian finansial sebesar Rp.30,42 triliyun per tahun. Dan kerugian secara ekologi adalah hilangnya beberapa jenis
keanekaragaman hayati. Tabel 6 : Rataan Volume (M3) per Ha Pohon Jati dan Rimba

Umur
(th)
Bonita I Bonita II Bonita
III
Bonita
IV
Bonita V Jumlah
Jati
5 -19 45 70 95 229
10 35 77 121 159 207 599
15 72 131 191 241 315 950
20 107 181 256 326 413 1.283
25 144 231 320 406 505 1.606
30 181 282 384 481 591 1.919
35 218 333 447 555 672 2.225
40 257 386 509 626 747 2.525


Jumlah 1.014 1.640 2.273 2.864 3.545 11.336
Rimba
5 8 17 28 35 43 130
10 44 80 119 103 124 470
15 109 161 219 225 278 993
20 182 201 310 314 364 1.371
25 255 308 389 386 431 1.765
30 325 374 454 443 483 2.079
35 391 437 510 490 525 2.353
40 373 417 482 426 430 2.128
Jumlah 1.687 1.992 2.511 2.421 2.679 11.290
Total 2.701 3.632 4.784 5.285 6.224 22.626

Sumber : Perum Perhutani

4. Upaya Penanggulangan Illegal – logging
 Seperti diketahui bahwa illegal logging mempunyai dampak yang cukup serius, baik itu dari segi sosial maupun ekonomi bahkan terhadap ekologi. Penanganan illegal logging tidak dapat jika hanya ditangani didalam negeri, tetapi juga harus melibatkan luar negeri, karena illegal logging sangat terkait erat dengan banyaknya permintaan kayu dari luar negeri. Namun demikian masih terdapat cara-cara dalam rangka menanggulangi illegal logging. Pertama secara prefentif, yaitu cara – cara yang dilakukan dengan jalan pencegahan dan cara ini telah ditempuh oleh Departemen Kehutanan dengan melakukan hal – hal sebagai berikut :

a. Menerbitkan SK Menhut. No.:541/Kpts-II/2002, yang isinya antara lain mencabut SK Menhut. No.: 05.1/Kpts-II/2000, untuk menghentikan sementara kewenangan Gubernur atau Bupati / Walikota dalam menerbitkan HPH / Ijin pemanfaatan hasil hutan.
b. Menerbitkan SK Bersama Menteri Kehutanan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.: 1132/Kpts-II/2001 dan No.: 292/MPP/Kep/10/2001, tenang penghentian ekspor kayu bulat/bahan baku serpih yang dikuatkan dengan PP No.: 34 tahun 2002, yang tegas melarang ekspor log dari Indonesia.

c. Kerjasama dengan negara lain, yaitu penandatanganan MOU dengan Pemerintah Inggris pada tanggal 18 April 2002 dan dengan Pemerintah RRC pada tanggal 18 Desember 2002 dalam rangka memberantas illegal logging dan illegal trade.

Kemudian yang kedua adalah dengan cara represif, yaitu melakukan operasi secara mendadak dilapangan dengan melakukan kerjasama dengan TNI Al dalam pelaksanaan Operasi Wanabahari, serta dengan Polri dalam pelaksanaanoperasi Wanalaga. Dalam upaya menanggulangi praktek illegal logging ini, secara internasional telah mendapat dukungan dari Presiden Amerika George W. Bush dalam Global Climate Change pada tanggal 14 Februari 2002 yang menyatakan “ …I’ve also ordered the Secretary of State to develop a new initiative to help developing countries stop illegal logging, a practice that destroys biodiversity and releases millions of tons of greenhouse gases into the atmosphere.”

Namun demikian upaya-upaya tersebut tidak akan berhasil dan terlambat apabila dari pemerintah tidak segera melakukan langkah-langkah pencegahan secara serius dan terintegrasi. Seperti apa yang dikatakan Sumardi dkk (2004) dalam Dasar-dasar Perlindungan Hutan, bahwa perlindungan tidak dapat dianggap sebagai satu penyelesaian masalah kerusakan sesaat atau hanya merupakan tindakan darurat, akan tetapi lebih merupakan prosedur yang sesuai dan cocok dengan sistem perencanaan pengelolaan hutan. Artinya sumber-sumber kerusakan yang potensial sedapat mungkin dikenali dan dievaluasi sebelum kerusakan yang besar dan kondisi darurat yang terjadi. Meskipun langkahlangkah telah dilakukan, namun pada kenyataannya langkah-langkah itu belum effektif dan oleh karena itu perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :

1. Penegakan hukum yang tegas dan nyata dan tinggalkan perlakuan diskriminatif. Siapa yang terlibat harus ditindak, tanpa kecuali.

2. Pemberdayaan masyarakat disekitar hutan. Meskipun Perum Perhutani telah melaksanakan program PHBM ( Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat ), namum demikian masih sangat perlu dukungan dari Pemerintah Daerah, karena dengan adanya Undang-undang otonomi daerah, Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan yang penuh untuk melangsungkan pembangunan berkelanjutan.

3. Pemberantasan terhadap pedagang - pedagang sebagai penadah kayu dan industri-industri kayu yang menggunakan bahan baku kayu dari hasil illegal logging secara kontinu dan terprogram dengan melibatkan berbagai unsur dalam masyarakat.

4. Memberikan penghargaan pada masyarakat atau aparat yang dapat menunjukkan atau menangkap pedagang – pedagang dan industri – industri yang menggunakan kayu dari hasil illegal logging.

5. Penebangan liar bukanlah merupakan masalah yang berdiri sendiri atau tanggung jawab Departemen Kehutanan (untuk Pulau Jawa termasuk Perum Perhutani), akan tetapi merupakan masalah bersama yang harus diselesaikan dengan melibatkan instansi-instansi yang terkait termasuk Departemen Industri dan Perdagangan. Oleh karena kebijakan-kebijakn yang diambil oleh pemerintah merupakan kebijakan antar Departemen.

BAB IV
P E N U T U P


1. Kesimpulan
Praktek illegal logging merupakan tindakan melawan hukum dan oleh sebab itu harus secepatnya diberantas. Illegal logging dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama dilakukan oleh operator sah yang melanggar ketentuanketentuan dalam ijin yang dimiliki dan kedua melibatkan pencuri kayu dimana pohon-pohon ditebang oleh orang yang sama sekali tidak mempunyai hal legal untuk menebang.

Illegal logging menimbulkan banyak kerugian baik secara social, ekonomi maupun ekologi. Dampak sosial yang dirasakan adalah bahwa masyarakat disekitar hutan mendapat tekanan dari oknum – oknum yang mempunyai kepentingan untuk melakukan praktek illegal logging, sehingga timbul pemikiran bahwa illegal logging sering dilakukan oleh masyarakat disekitar hutan. Sedangkan dampak ekonomi yang nyata adalah :

       1.Menurunnya tingkat pendapatan masyarakat disekitar hutan, sehingga dayabeli masyarakat menjadi menurun.

        2.Terjadinya persaingan harga kayu yang tidak wajar, karena banyak kayu yang dijual dipasaran dari hasil illegal logging yang diperoleh dengan biaya yang rendah.

          3.Timbulnya kerugian bagi Pemerintah yang setiap tahunnya sebesar :

           a.Pungutan PSDH  = Rp. 4.195.758.000,-
           b.Harga jual kayu   = Rp.322.620.000.000,-
           c. PPN                   = Rp. 32.262.000.000,-
           Jumlah                    = Rp.359.077.758.000,-

      4.Tingginya tingkat hutang dari para industry perkayuan, bahkan berdasarkan data yang ada kemungkinan kerugiannya setara dengan satu tahun fiscal bantuan luar negeri.

           5. Banyak industri kayu yang berskala kecil menjadi bangkrut karena kalah persaingan dengan industri yang bersakala besar, sehingga banyak menim bulkan penganngguran.

2. Saran – saran
Dari penjelasan tersebut diatas, dengan mempertimbangkan beberapa
aspek dapat disarankan sebagai berikut :

a.Penegakan hukum harus lebih ditingkatkan, karena ini merupakan kunci pokok yang harus disepakati bersama dan merupakan komitmen nasional

b. Pemberdayaan masyarakat desa hutan harus lebih ditingkatkan, baik itu melalui program Perum Perhutani dengan PHBM nya maupun program – program lain dari Pemerintah Pusat maupun Daerah.

c.Pemberantasan terhadap pedagang - pedagang sebagai penadah kayu dan industri-industri kayu yang menggunakan bahan baku kayu dari hasil illegal logging secara kontinu dan terprogram dengan melibatkan berbagai unsur dalam masyarakat.

d. Memberikan penghargaan pada masyarakat atau aparat yang dapat menunjukkan atau menangkap pedagang – pedagang dan industri – industri yang menggunakan kayu dari hasil illegal logging.

e. Kebijakan Pemerintah yang dilakukan dalam rangka pemberantasan penebangan liar ini harus bersifat antar departemen dengan melibatkan seluruh instansi yang terkait.

f. Tindakan penanggulangan harus dilakukan dengan cara cepat, baik dari tingkat lapangan sampai dengan ketingkat pusat maupun pada tingkatninternasional, termasuk kerja sama semua pihak dan upaya pemanfaatannyang lebih efektif dari informasi secara ilmiah dalam rangka pembuatan

kebijakan.

Kepustakaan

Darsono, Valentius, MS. Drs. 1994. Pengantar Ilmu Lingkungan. Edisi Revisi.
Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.

http : //WWW.dephut.go.id. Departemen Kehutanan Koordinasi dengan Mabes
TNI Dalam Pemberantasan Penebangan Liar. Siaran Pers Nomor .
51/II.PIK-1/2003. Dikunjungi tanggal 03 Oktober 2010
http://kyotoreview.cseas.Kyoto-u.ac.jp/issue/issue1/article_178_p.html.
Dikunjungi tanggal 03 Oktober 2010.

Menteri Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan nomor : 858/Kpts-II/99 tentang Besarnya Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) per Satuan Hasil Hutan. Jakarta.

Mustofa, H.A. Drs. 2000. Kamus Lingkungan. Rineka Cipta.Jakarta.

Soetadi, R. dkk. 1978. Mengenal Hutan Jawa Tengah. Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Semarang.

Suharlan, A. dkk. 1975. Tabel Tegakan Sepuluh Jenis Kayu Industri ( Yield Table nof Ten Industrial Wood Species). Lembaga Penelitian Hutan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Sumadi dkk. 2004. Dasar-dasar Perlindungan Hutan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

The White House. 2002. President Bush’s Initiative Againt Illegal Logging. http://www.whitehouse.gov/infocus/illegal-logging/. Dikunjungi tanggal 03 Oktober 2010

Wahab Saputra

Linta5 Indonesia adalah blog yang berisi tentang Bahasa Indonesia, Berita Indonesia, Kuliner, Olah Raga, Pendidikan, Politik, Sejarah, Seni Budaya, dan objek wisata yang terdapat di Indonesia. "Linta5 Indonesia" juga merupakan wujud kecintaan saya kepada tanah air Indonesia...dan dengan semoga blog ini menginspirasi kita semua untuk mencintai Indonesia
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
This is the last post.

Select Menu